BATUAN BEKU
Terminologi
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk
sebagai hasil pembekuan daripada magma. Magma adalah bahan cair pijar di
dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi atau bagian bawah kerak
bumi, bersuhu tinggi (900 – 1300 oC) serta mempunyai kekentalan
tinggi, bersifat mudah bergerak dan cenderung menuju ke permukaan bumi.
Letak Pembekuan
Batuan beku dalam adalah batuan beku yang
terbentuk di dalam bumi; sering disebut batuan beku intrusi. Batuan beku
luar adalah batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi; sering disebut
batuan beku ekstrusi. Batuan beku hipabisal adalah batuan beku intrusi
dekat permukaan, sering disebut batuan beku gang atau batuan beku korok, atau sub
volcanic intrusion.
Warna Batuan Beku
Warna segar batuan beku bervariasi dari hitam,
abu-abu dan putih cerah. Warna ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral
penyusun batuan beku itu sendiri. Apabila terjadi percampuran mineral berwarna
gelap dengan mineral berwarna terang maka warna batuan beku dapat hitam berbintik-bintik
putih, abu-abu berbercak putih, atau putih berbercak hitam, tergantung warna
mineral mana yang dominan dan mana yang kurang dominan. Pada batuan beku
tertentu yang banyak mengandung mineral berwarna merah daging maka warnanya
menjadi putih-merah daging.
Tekstur Batuan Beku
Tekstur adalah hubungan antar mineral
penyusun batuan. Dengan demikian tekstur mencakup tingkat visualisasi ukuran
butir atau granularitas, tingkat kristalisasi mineral atau kristalinitas,
tingkat keseragaman butir kristal, ukuran butir kristal, dan bentuk kristal.
Tingkat Visualisasi Granularitas
Berdasarkan pengamatan dengan mata telanjang atau
memakai loupe, maka tekstur batuan beku dibagi dua, yaitu tekstur
afanitik dan tekstur faneritik.
a. Afanitik adalah kenampakan batuan beku
berbutir sangat halus sehingga mineral/kristal penyusunnya tidak dapat diamati
secara mata telanjang atau dengan loupe.
b. Fanerik (faneritik, firik = phyric)
adalah apabila di dalam batuan tersebut dapat terlihat mineral penyusunnya,
meliputi bentuk kristal, ukuran butir dan hubungan antar butir (kristal satu
dengan kristal lainnya atau kristal dengan kaca). Singkatnya, batuan beku
mempunyai tekstur fanerik apabila mineral penyusunnya, baik berupa kristal
maupun gelas/kaca, dapat diamati.
Apabila batuan beku mempunyai tekstur afanitik
maka pemerian tekstur lebih rinci tidak dapat diketahui, sehingga harus
dihentikan. Sebaliknya apabila batuan beku tersebut bertekstur fanerik maka
pemerian lebih lanjut dapat diteruskan.
Tingkat kristalisasi atau kristalinitas
a. Holokristalin, apabila batuan tersusun
semuanya oleh kristal.
b. Holohialin, apabila batuan tersusun
seluruhnya oleh gelas atau kaca.
c. Hipokristalin, apabila batuan tersusun
sebagian oleh kaca dan sebagian berupa kristal.
Tingkat Keseragaman Butir
a. Equigranular, apabila kristal
penyusunnya berukuran butir relatif seragam. Tekstur sakaroidal adalah
tekstur dimana ukuran butirnya seragam seperti gula pasir atau gula putih.
b. Inequigranular, jika ukuran butir
kristal penyusunnya tidak sama.
Ukuran butir kristal : < 1 mm ——– berbutir
halus
1 – 5 mm ——– berbutir sedang
5 – 30 mm ——– berbutir kasar
> 30 mm ——– berbutir sangat kasar
Bentuk Kristal
a. Euhedral, jika kristal berbentuk
sempurna/lengkap, dibatasi oleh bidang kristal yang ideal (tegas, jelas dan
teratur). Batuan beku yang hampir semuanya tersusun oleh mineral dengan bentuk
kristal euhedral, disebut bertekstur idiomorfik granular atau
panidiomorfik granular.
b. Subhedral, jika kristalnya dibatasi
oleh bidang-bidang kristal yang tidak begitu jelas, sebagian teratur dan
sebagian tidak. Tekstur batuan beku dengan mineral penyusun umumnya berbentuk
kristal subhedral disebut hipidiomorfik granular atau subidiomorfik
granular.
c. Anhedral, kalau kristalnya dibatasi
oleh bidang-bidang kristal yang tidak teratur. Tekstur batuan yang tersusun
oleh mineral dengan bentuk kristal anhedral disebut alotriomorfik granular
atau xenomorfik granular.
Secara tiga dimensi, bentuk kristal disebut :
a. Kubus atau equidimensional, apabila
ketiga dimensinya sama panjang.
b. Tabular atau papan, apabila dua dimensi
kristalnya lebih panjang dari satu dimensi yang lain.
c. Prismatik atau balok, jika dua dimensi
kristalnya lebih pendek dari satu dimensi yang lain. Bentuk ini ada yang
prismatik pendek (gemuk) dan prismatik panjang (kurus, kadang-kadang seperti
jarum).
Di dalam batuan beku bertekstur holokristalin
inequigranular dan hipokristalin terdapat kristal berukuran butir besar,
disebut fenokris, yang tertanam di dalam masadasar (groundmass).
Kenampakan demikian disebut tekstur porfir atau porfiri atau firik.
Tekstur holokristalin porfiritik adalah apabila di dalam batuan beku itu
terdapat kristal besar (fenokris) yang tertanam di dalam masadasar kristal yang
lebih halus. Tekstur hipokristalin porfiritik diperuntukkan bagi batuan
beku yang mempunyai fenokris tertanam di dalam masadasar gelas. Karena tekstur
holokristalin porfiritik dan hipokristalin porfiritik secara mata telanjang
dapat diidentifikasi maka kenampakan tersebut dapat disebut bertekstur faneroporfiritik.
Sebaliknya, apabila fenokrisnya tertanam di dalam masadasar afanitik maka
batuannya bertekstur porfiroafanitik. Tekstur vitrofirik adalah
tekstur dimana mineral penyusunnya secara dominan adalah gelas, sedang
kristalnya hanya sedikit (< 10 %).
Tekstur diabasik adalah tekstur dimana
kristal plagioklas berbentuk prismatik panjang (lath-like), berarah
relatif sejajar dan di antaranya terdapat butir-butir lebih kecil daripada
kristal olivin dan piroksen. Tekstur gabroik adalah tekstur
holokristalin, berbutir sedang – kasar (Æ : 1 – 30 mm), tersusun secara dominan
oleh mineral mafik (olivin, piroksen, amfibol) dan plagioklas basa. Tekstur granitik
adalah tekstur holokristalin berbutir sedang-kasar tersusun oleh plagioklas
asam, alkali felspar, dan kuarsa. Tekstur pegmatitik adalah tekstur
holokristalin kasar – sangat kasar (Æ ³ 5 mm), tersusun oleh alkali felspar dan
kuarsa. Tekstur dioritik sebanding dengan tekstur gabroik dan granitik
tetapi biasanya untuk batuan beku menengah.
STRUKTUR BATUAN BEKU
1. Masif atau pejal, umumnya terjadi pada
batuan beku dalam. Pada batuan beku luar yang cukup tebal, bagian tengahnya
juga dapat berstruktur masif.
2. Berlapis, terjadi sebagai akibat
pemilahan kristal (segregasi) yang berbeda pada saat pembekuan.
3. Vesikuler, yaitu struktur lubang bekas
keluarnya gas pada saat pendinginan. Struktur ini sangat khas terbentuk pada
batuan beku luar. Namun pada batuan beku intrusi dekat permukaan struktur
vesikuler ini kadang-kadang juga dijumpai. Bentuk lubang sangat beragam, ada yang
berupa lingkaran atau membulat, elip, dan meruncing atau menyudut, demikian
pula ukuran lubang tersebut. Vesikuler berbentuk melingkar umumnya terjadi pada
batuan beku luar yang berasal dari lava relatif encer dan tidak mengalir cepat.
Vesikuler bentuk elip menunjukkan lava encer dan mengalir. Sumbu terpanjang
elip sejajar arah sumber dan aliran. Vesikuler meruncing umumnya terdapat pada
lava yang kental.
4. Struktur skoria (scoriaceous
structure) adalah struktur vesikuler berbentuk membulat atau elip, rapat
sekali sehingga berbentuk seperti rumah lebah.
5. Struktur batuapung (pumiceous
structure) adalah struktur vesikuler dimana di dalam lubang terdapat
serat-serat kaca.
6. Struktur amigdaloid (amygdaloidal
structure) adalah struktur vesikuler yang telah terisi oleh mineral-mineral
asing atau sekunder.
7. Struktur aliran (flow structure),
adalah struktur dimana kristal berbentuk prismatik panjang memperlihatkan
penjajaran dan aliran.
Struktur batuan beku tersebut di atas dapat
diamati dari contoh setangan (hand specimen) di laboratorium. Sedangkan
struktur batuan beku dalam lingkup lebih besar, yang dapat menunjukkan hubungan
dengan batuan di sekitarnya, seperti dike (retas), sill, volcanic neck, kubah
lava, aliran lava dan lain-lain hanya dapat diamati di lapangan.
KOMPOSISI MINERAL
Berdasarkan jumlah kehadiran dan asal-usulnya,
maka di dalam batuan beku terdapat mineral utama pembentuk batuan (essential
minerals), mineral tambahan (accessory minerals) dan mineral
sekunder (secondary minerals).
1. Essential minerals, adalah
mineral yang terbentuk langsung dari pembekuan magma, dalam jumlah melimpah
sehingga kehadirannya sangat menentukan nama batuan beku.
2. Accessory minerals , adalah
mineral yang juga terbentuk pada saat pembekuan magma tetapi jumlahnya sangat
sedikit sehingga kehadirannya tidak mempengaruhi penamaan batuan. Mineral ini
misalnya kromit, magnetit, ilmenit, rutil dan zirkon. Mineral esensiil dan
mineral tambahan di dalam batuan beku tersebut sering disebut sebagai mineral
primer, karena terbentuk langsung sebagai hasil pembekuan daripada magma.
3. Secondary minerals adalah
mineral ubahan dari mineral primer sebagai akibat pelapukan, reaksi
hidrotermal, atau hasil metamorfisme. Dengan demikian mineral sekunder ini
tidak ada hubungannya dengan pembekuan magma. Mieral sekunder akan
dipertimbangkan mempengaruhi nama batuan ubahan saja, yang akan diuraikan pada
acara analisis batuan ubahan. Contoh mineral sekunder adalah kalsit, klorit,
pirit, limonit dan mineral lempung.
4. Gelas atau kaca, adalah mineral primer
yang tidak membentuk kristal atau amorf. Mineral ini sebagai hasil pembekuan
magma yang sangat cepat dan hanya terjadi pada batuan beku luar atau batuan
gunungapi, sehingga sering disebut kaca gunungapi (volcanic glass).
5. Mineral felsik adalah adalah mineral
primer atau mineral utama pembentuk batuan beku, berwarna cerah atau terang,
tersusun oleh unsur-unsur Al, Ca, K, dan Na. Mineral felsik dibagi menjadi
tiga, yaitu felspar, felspatoid (foid) dan kuarsa. Di dalam batuan,
apabila mineral foid ada maka kuarsa tidak muncul dan sebaliknya. Selanjutnya,
felspar dibagi lagi menjadi alkali felspar dan plagioklas.
6. Mineral mafik adalah mineral primer
berwarna gelap, tersusun oleh unsur-unsur Mg dan Fe. Mineral mafik terdiri dari
olivin, piroksen, amfibol (umumnya jenis hornblende), biotit dan muskovit.
Pemerian dan pengenalan mineral pembentuk batuan
beku tersebut secara megaskopik sudah harus dikuasai oleh para praktikan,
seperti diberikan pada kuliah dan praktikum kristalografi-mineralogi serta
dipraktekkan lagi pada acara I pengenalan mineral pembentuk batuan, praktikum
petrologi ini. Untuk mengetahui genesa masing-masing mineral pembentuk batuan
tersebut di atas, praktikan dianjurkan untuk mempelajari Reaksi Seri Bowen yang
terdapat di dalam buku-buku literatur Petrologi (misal Middlemost, 1985, Magmas
and magmatic rocks, Longman, Inc., London ,
266 p).
PENAMAAN / KLASIFIKASI
Berdasarkan letak pembekuannya maka batuan beku
dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi dan batuan beku ekstrusi. Batuan beku
intrusi selanjutnya dapat dibagi menjadi batuan beku intrusi dalam dan batuan
beku intrusi dekat permukaan. Berdasarkan komposisi mineral pembentuknya maka
batuan beku dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu batuan beku ultramafik,
batuan beku mafik, batuan beku menengah dan batuan beku felsik. Istilah mafik
ini sering diganti dengan basa, dan istilah felsik diganti dengan asam,
sekalipun tidak tepat.
Termasuk batuan beku dalam ultramafik adalah dunit,
piroksenit, anortosit, peridotit dan norit. Dunit tersusun seluruhnya oleh
mineral olivin, sedang piroksenit oleh piroksen dan anortosit oleh plagioklas
basa. Peridotit terdiri dari mineral olivin dan piroksen; norit secara dominan
terdiri dari piroksen dan plagioklas basa. Batuan beku luar ultramafik umumnya
bertekstur gelas atau vitrofirik dan disebut pikrit.
Batuan beku dalam mafik disebut gabro,
terdiri dari olivin, piroksen dan plagioklas basa. Sebagai batuan beku luar
kelompok ini adalah basal. Batuan beku dalam menengah disebut diorit,
tersusun oleh piroksen, amfibol dan plagioklas menengah, sedang batuan beku
luarnya dinamakan andesit. Antara andesit dan basal ada nama batuan
transisi yang disebut andesit basal (basaltic andesit). Batuan
beku dalam agak asam dinamakan diorit kuarsa atau granodiorit, sedangkan
batuan beku luarnya disebut dasit. Mineral penyusunnya hampir mirip
dengan diorit atau andesit, tetapi ditambah kuarsa dan alkali felspar,
sementara palgioklasnya secara berangsur berubah ke asam. Apabila alkali
felspar dan kuarsanya semakin bertambah dan palgioklasnya semakin asam maka
sebagai batuan beku dalam asam dinamakan granit, sedang batuan beku
luarnya adalah riolit. Di dalam batuan beku asam ini mineral mafik yang
mungkin hadir adalah biotit, muskovit dan kadang-kadang amfibol. Batuan beku
dalam sangat asam, dimana alkali felspar lebih banyak daripada plagioklas
adalah sienit, sedang pegmatit hanyalah tersusun oleh alkali
felspar dan kuarsa. Batuan beku yang tersusun oleh gelas saja disebut obsidian,
dan apabila berstruktur perlapisan disebut perlit.
Nama-nama batuan beku tersebut di atas sering
ditambah dengan aspek tekstur, struktur dan atau komposisi mineral yang sangat
menonjol. Sebagai contoh, andesit porfir, basal vesikuler dan andesit piroksen.
Penambahan nama komposisi mineral tersebut umumnya diberikan apabila persentase
kehadirannya paling sedikit 10 %. Perkiraan persentase kehadiran mineral
pembentuk batuan (Tabel 3.4) dan tabel klasifikasi batuan beku (Tabel 3.5)
dapat membantu memberikan nama terhadap batuan beku.
Tabel 3.4 Diagram persentase untuk perkiraan
komposisi berdasarkan volume.
Tabel 3.5 Klasifikasi batuan beku (O’Dunn &
Sill, 1986)
BATUAN PIROKLASTIKA (PYROCLASTIC ROCKS)
Batuan piroklastika adalah suatu batuan yang
berasal dari letusan gunungapi, sehingga merupakan hasil pembatuan daripada
bahan hamburan atau pecahan magma yang dilontarkan dari dalam bumi ke
permukaan. Itulah sebabnya dinamakan sebagai piroklastika, yang berasal
dari kata pyro berarti api (magma yang dihamburkan ke permukaan hampir
selalu membara, berpendar atau berapi), dan clast artinya fragmen,
pecahan atau klastika. Dengan demikian, pada prinsipnya batuan piroklastika
adalah batuan beku luar yang bertekstur klastika. Hanya saja pada proses
pengendapan, batuan piroklastika ini mengikuti hukum-hukum di dalam proses
pembentukan batuan sedimen. Misalnya diangkut oleh angin atau air dan membentuk
struktur-struktur sedimen, sehingga kenampakan fisik secara keseluruhan
batuannya seperti batuan sedimen. Pada kenyataannya, setelah menjadi batuan,
tidak selalu mudah untuk menyatakan apakah batuan itu sebagai hasil kegiatan
langsung dari suatu letusan gunungapi (sebagai endapan primer piroklastika),
atau sudah mengalami pengerjaan kembali (reworking) sehingga
secara genetik dimasukkan sebagai endapan sekunder piroklastika atau endapan
epiklastika. Berdasarkan ukuran butir klastikanya, sebagai bahan lepas
(endapan) dan setelah menjadi batuan piroklastika, penamaannya seperti pada
Tabel 3.6.
Bom gunungapi adalah klastika batuan gunungapi
yang mempunyai struktur-struktur pendinginan yang terjadi pada saat magma
dilontarkan dan membeku secara cepat di udara atau air dan di permukaan bumi.
Salah satu struktur yang sangat khas adalah struktur kerak roti (bread
crust structure). Bom ini pada umumnya mempunyai bentuk membulat,
tetapi hal ini sangat tergantung dari keenceran magma pada saat dilontarkan.
Semakin encer magma yang dilontarkan, maka material itu juga terpengaruh efek
puntiran pada saat dilontarkan, sehingga bentuknya dapat bervariasi. Selain
itu, karena adanya pengeluaran gas dari dalam material magmatik panas tersebut
serta pendinginan yang sangat cepat maka pada bom gunungapi juga terbentuk
struktur vesikuler serta tekstur gelasan dan kasar pada permukaannya. Bom
gunungapi berstruktur vesikuler di dalamnya berserat kaca dan sifatnya ringan
disebut batuapung (pumice). Batuapung ini umumnya berwarna
putih terang atau kekuningan, tetapi ada juga yang merah daging dan bahkan
coklat sampai hitam. Batuapung umumnya dihasilkan oleh letusan besar atau kuat
suatu gunungapi dengan magma berkomposisi asam hingga menengah, serta relatif
kental. Bom gunungapi yang juga berstruktur vesikuler tetapi di dalamnya tidak
terdapat serat kaca, bentuk lubang melingkar, elip atau seperti rumah lebah
disebut skoria (scoria). Bom gunungapi jenis ini warnanya
merah, coklat sampai hitam, sifatnya lebih berat daripada batuapung dan
dihasilkan oleh letusan gunungapi lemah berkomposisi basa serta relatif encer.
Bom gunungapi berwarna hitam, struktur masif, sangat khas bertekstur gelasan,
kilap kaca, permukaan halus, pecahan konkoidal (seperti botol pecah) dinamakan obsidian.
Blok atau bongkah gunungapi dapat merupakan bom gunungapi yang bentuknya
meruncing, permukaan halus gelasan sampai hipokristalin dan tidak terlihat
adanya struktur-struktur pendinginan. Dengan demikian blok dapat merupakan
pecahan daripada bom gunungapi, yang hancur pada saat jatuh di permukaan
tanah/batu. Bom dan blok gunungapi yang berasal dari pendinginan magma secara
langsung tersebut disebut bahan magmatik primer, material esensial atau juvenile).
Blok juga dapat berasal dari pecahan batuan dinding (batuan gunungapi yang
telah terbentuk lebih dulu, sering disebut bahan aksesori), atau fragmen
non-gunungapi yang ikut terlontar pada saat letusan (bahan aksidental).
Tabel 3.6 Klasifikasi batuan piroklastika.
Ukuran butir
|
Nama butiran (klastika)
|
Nama batuan
|
Æ > 64 mm
|
Bom gunungapi
Blok/bongkah gunungapi
|
Aglomerat
Breksi piroklastika
|
2 – 64 mm
|
Lapili
|
Batulapili
|
1 – 2 mm
|
Abu gunungapi kasar (pasir kasar)
|
Tuf kasar
|
Æ < 1 mm
|
Abu gunungapi halus
|
Tuf halus
|
Berdasarkan komposisi penyusunnya, tuf dapat
dibagi menjadi tuf gelas, tuf kristal dan tuf litik, apabila komponen yang
dominan masing-masing berupa gelas/kaca, kristal dan fragmen batuan. Tuf juga
dapat dibagi menjadi tuf basal, tuf andesit, tuf dasit dan tuf riolit, sesuai
klasifikasi batuan beku. Apabila klastikanya tersusun oleh fragmen batuapung
atau skoria dapat juga disebut tuf batuapung atau tuf skoria. Demikian pula
untuk aglomerat batuapung, aglomerat skoria, breksi batuapung, breksi skoria,
batulapili batuapung dan batulapili skoria.
PETROGENESA BATUAN BEKU
Petrogenesa adalah bagian dari petrologi yang
menjelaskan seluruh aspek terbentuknya batuan mulai dari asal-usul atau sumber,
proses primer terbentuknya batuan hingga perubahan-perubahan (proses sekunder)
pada batuan tersebut. Untuk batuan beku, sebagai sumbernya adalah magma. Proses
primer menjelaskan rangkaian atau urutan kejadian dari pembentukan berbagai
jenis magma sampai dengan terbentuknya berbagai macam batuan beku, termasuk
lokasi pembekuannya. Setelah batuan beku itu terbentuk, batuan itu kemudian
terkena proses sekunder, antara lain berupa oksidasi, pelapukan, ubahan
hidrotermal, penggantian mineral (replacement), dan malihan,
sehingga sifat fisik maupun kimiawinya dapat berubah total dari batuan semula
atau primernya.
Berhubung proses petrogenetik tersebut sebagian
besar berlangsung lama (dalam ukuran waktu geologi), dan umumnya terjadi di
bawah permukaan bumi, sehingga tidak dapat diamati langsung, maka analisis atau
penjelasannya bersifat interpretatif. Pembuktian mungkin dapat ditunjukkan
berdasar hasil-hasil eksperimen di laboratorium, sekalipun hanya pada
batas-batas tertentu. Analisis interpretatif tersebut tetap didasarkan pada
data obyektif atau deskriptif hasil pemerian yang meliputi warna, tekstur,
struktur, komposisi mineral dan kenampakan khusus lainnya. Dengan demikian
studi petrogenesa pada prinsipnya untuk mencari jawaban atau penjelasan
terhadap pertanyaan “Mengapa” (Why) dan “Bagaimana” (How)
terhadap data pemerian batuan. Misalnya, mengapa batuan beku luar bertekstur
gelasan dan berstruktur vesikuler, sedang batuan beku dalam bertekstur
kristalin dan berstruktur masif. Mengapa basal berwarna gelap sedang pegmatit
berwarna cerah ? Bagaimana kejadiannya olivin dapat muncul bersama kuarsa dan
biotit di dalam satu batuan ? Bagaimana terbentuknya andesit dari basal dan
riolit ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar